Mengenang Alm Bpk. Sayid Budiseno, Sesepuh JTK — Suhu Informatika Indonesia

MENJELANG  28-Oktober tahun ini, saya ingin sejenak mengenang “guru” saya  di JTK … Alm Bpk. Sayid Budiseno yang wafat tepat 28-Oktober-2007 , di samping tentu saja mengenang Ayah saya (alm) yang kebetulan lahir tanggal 28-Oktober (Semoga Allah merakhmati keduanya, memberinya tempat yang lapang, dan ijinkan saya berkirim doa untuk keduanya: Al-Faatihah…)

TULISAN ini saya fokuskan untuk mengangkat memori, kesan, dan curahan pikiran dan perasaan saya terhadap Pak Sayid (demikian Pak Sayid Budiseno sering dipanggil). Karena saya sedang ingin berbagi dengan warga JTK, bahkan mungkin juga dengan warga almamater pendahulu JTK – yakni PAT JPK. Cerita indah tentang ayah saya, biar menjadi milik saya secara pribadi.

*** 

Suatu hari, untuk kali ke sekian, saya berpapasan dengan konvoy Land Rover menuju Lembang. Beberapa kali peristiwa itu saya saksikan, mungkin hingga hitungan tiga atau empat kali. Sebagai tujuan wisata, dan kebetulan saya tinggal di Lembang, tak heran kalau konvoy seperti itu kerap saya saksikan. Dan konvoy demi konvoy itu, akhirnya menggedor-gedor kesadaran saya, untuk mengenang “seseorang”, pencinta Land Rover, suhu informatika Indonesia, dan Guru kami di JTK (Jurusan Teknik Komputer dan Informatika, Politeknik Negeri Bandung).

Tak mungkin rasanya saya membiarkan moment konvoy tersebut berlalu begitu saja. Karena “Land Rover adalah Pak Sayid” dan “Pak Sayid adalah Land Rover”, itu yang saya pikirkan setiap melihat konvoy semacam itu. Saya pun kemudian turun dari kendaraan, lalu jepret-jepret sejenak.

IMG_1022

Di kawasan “Kampung Gajah” hendak menuju Lembang. Andai Pak Sayid masih ada, tentu beliau kan menjadi bagian dari konvoy ini

IMG_1023

Pak Sayid – di mata saya – bukan hanya “Land Rover”, tetapi juga seorang “guru sejati”, dan tentu saja layak menyandang gelar “Suhu Informatika Indonesia”. Karena beliau terlibat dalam perintisan pendirian PAT-JPK ITB (Pendidikan Ahli Teknik – Jurusan Penggunaan Komputer), yang menjadi cikal bakal pendidikan Informatika di Indonesia dan menjadi salah satu staf pengajar di sana — artinya adalah guru dari guru-guru kami. Saat PAT JPK pindah ke Ciwaruga, beliau diangkat menjadi “dosen luar biasa”, dan ikut mengawal susksesnya penyelenggaraan pendidikan Informatika pertama di institusi Politeknik.

Bidang ilmunya yang luas – fundamental, sistemik, detil dan sangat detil — membuatnya dikenang oleh berbagai kalangan. Ada banyak bidang keilmuan yang sangat dikuasainya secara detil — konsep maupun di level sangat teknis. Minyak (sudah pasti karena background pendidikan formal beliau dari situ), software engineering, network, database, hingga statistik, akuntansi, komunikasi, dan sesekali fasih pula membahas bahasa.

Hmmmm… Itu yang sempat saya lihat dan rasakan selama berinteraksi belasan tahun. Sangat mungkin, ada cabang ilmu lain yang tak sempat saya lihat.. karena kebetulan saya belum ada kepentingan, dengan “sisi-sisi” lain tersebut.

Saya sendiri, berinteraksi langsung di kelas sebagai siswanya hanya 1 semester, di DDP (Dasar-dasar pemrograman). Selebihnya, interaksi yang lebih intens, saya rasakan setelah lulus dari JTK dan bergabung menjadi staf pengajar di almamater. Bersyukur saya pernah mengenalnya. Pembawaannya sangat kalem, filosofis, bijaksana, dan “nyeni” — kadang saya menyebutnya juga sebagai seniman (Hehe.. konon banyak seniman senang berambut gondrong, dan hingga akhir hayat, penampilan beliau tak berubah, rambutnya panjang — diikat di belakang 🙂 )

Salah satu “ajaran” yang terekam hingga kini adalah saat beliau mengomentari “dunia pendidikan”. Menurutnya jika seseorang memilih berprofesi sebagai pengajar,  tetapi tidak dapat berkomitmen terhadap tanggung jawabnya — sering tak hadir, tanpa “hati”, evaluasi tidak berjalan semestinya, lalu di ujung semester memberi nilai “tanpa dasar”, tak terukur dan kurang bisa dipertanggungjawabkan, itulah “kejahatan di dunia pendidikan”.

Masih “wejangannya”, tak larangan seorang dosen memberi nilai “D” atau bahkan “E”, kalau memang seharusnya begitu; pun sebaliknya, bukan larangan jika sekelas diberi nilai “A”, jika memang demikian adanya. Kejahatan terjadi, ketika nilai yang keluar tidak bisa dipertanggungjawabkan, apapun alasannya.

Statemen tersebut cukup membekali saya — yang saat itu masih sangat junior — untuk selalu menimbang-nimbang dengan matang saat hendak mengeluarkan nilai. Saya ucapkan bismillahirrahmaanirahim berkali-kali, dilihat lagi, dicoba cek & ricek lagi, sebelum akhirnya menandatangani form nilai, setiap akhir semester.

Betul, nilai memang “hanya”-lah nilai. Sebagian orang bahkan tak perduli dengannya. Tetapi bagaimanapun, nilai akan menjadi sejarah bagi seseorang. Maka, di samping saya tak ingin menjadi “pelaku kejahatan”, saya pun tak ingin menyesal di kemudian hari, karena lalai atau ceroboh dalam mengeluarkan nilai. Sekali lagi.. ini menyangkut nasib  dan sejarah hidup orang, demikian “sekilas ajaran” beliau.

***

Di kesempatan lain, dalam satu kesempatan mengerjakan project bersama.. ada tuntutan saya untuk menguasai akuntansi. Tak terbayang, ke mana saya harus belajar  akuntansi dalam waktu singkat. Dan ternyata, beliau sangat piawai di bidang  ini. Berhari-hari dan bermalam-malam saya “private” diajari dari Nol. Gayanya sangat khas dan sistematis. Alhasil, kursus singkat tersebut bukan saja membukakan wawasan saya tentang akuntansi, tetapi juga semakin membuka mata tentang “siapa beliau”.

Kenangan lain adalah kemampuannya dalam menulis. Saya kadang tak mengerti, kapan beliau punya waktu untuk menulis..? Kesibukannya demikian bejibun – padat. Ditambah lagi, tulisannya bukanlah tulisan sembarangan, yang membahas hal-hal di permukaan. Melainkan, tulisan yang dibuat dengan serius dengan konten yang sangat filosofis –- da butuh  pemikiran di level fundamental dan butuh kontemplasi tinggi, serta studi pustaka yang tidak sedikit.

Tulisannya yang sempat saya nikmati secara intens – selain DDP – adalah Komunikasi. Dari kedua tulisannya tersebut, dapat dilihat kedalaman yang disuguhkan tentang materi tersebut. Tidak main-main, dan menghunjam memasuki aspek-aspek filosofis di level paling “akar”.

Screen Shot 2014-10-25 at 8.26.24 PM

Beberapa karyanya Tahun 1995, tedokumentasi di LIPI

Tentu saja, bertemu beliau di JTK, kami selalu sumringah. Tahun-tahun terakhir aktivitasnya di JTK, beliau tidak lagi mengajar mahasiswa di kelas, melainkan menjadi “nara sumber” bagi kami – dosen-dosen. Mengajari kami tentang berbagai hal. Setiap beliau datang, sofa di tengah ruang dosen selalu penuh. Kami menyimak cerita yang selalu menawan. Menyimak “kuliah”-nya 20 menit, ibarat memperoleh materi 2 semester. Padat makna, dan menginspirasi.

Kenangan terakhir dengannya, adalah beberapa bulan menjelang kepulangan menghadapNya. Setelah cukup lama “menghilang” dari JTK (karena bukan staf tetap, kadang beliau menghilang beberapa waktu), beliau datang dan ikut terlibat dalam rapat rutin Rabu pagi. Salah satu agenda saat itu adalah reviu proposal penelitian.

Lagi, saya terpana melihat kepiawaiannya menganalisis masalah. Saya tak menyangka kepiawaiannya menyikapi bidang lain dari perspektif programming dan struktur data demikian mendalam, dan “kena”.

Ternyata, itulah rapat terakhir kami bersamanya di JTK. Saat makan siang tiba, saya menyapanya karena tak juga beranjak dari duduknya – anteng diskusi meladeni rekan lain yang selalu kangen. Sementara kami spontan berhamburan menyerbu menu makan siang. Beliau menolak, katanya perutnya sedang bermasalah. Padahal, 2 minggu sebelumya… saat saya menawarkan makan siang juga, beliau menjawab hal yang sama…. Artinya ??

“Bapak, sejak itu belum bisa makan ? “

“Ya… perut saya selalu menolak, dan gak bisa makan”, jawabnya sambil agak menyeringai seperti menahan sakit.

Agak ngeri saya mendengarnya, tetapi akhirnya tenggelam dalam kesibukan masing-masing.

DSC00309

Rapat Jurusan terakhir bersama beliau (keempat dari kanan). Sayang, fotonya kurang jelas.

Saat ada berita bahwa beliau masuk rumah sakit, kekhawatiran saya terbukti. Beliau sakit di daerah perut.  Saya tak sempat tahu jenis penyakit yang dideritanya secara persis. Hingga wafat… saya tak sempat menengok dan melayatnya (Duh… semoga  Allah SWT berkenan mengampuni saya… )

paSayid

Saat dirawat di rumah sakit

Hanya foto-foto saat di rumah sakit yang sempat saya lihat – dari rekan-rekan yang sengaja ke sana. Konon, dalam sakitnya sambil berbaring, semangatnya berbagi ilmu tetap terpancar. Beliau tak ingin membahas penyakitnya, malah mengajak bercengkrama berbincang masalah hal lain database dan semacamnya. Pak Sayid Budiseno : Guru sejati yang pernah saya temui.

DSC00391

Tidurlah dengan tenang Pak. Ilmu yang Bapak tinggalkan, kan kami kenang selamanya ….

Teriring doa … Semoga almarhum senantiasa dalam RakhmatNya. Aamiin ***

Tulisan Sayid Budiseno (oleh Husni I. Pohan – JTK’87) berikut,  lebih greget & mengabari kita tentang “siapa”  Pak Sayid. Silakan !

Pos ini dipublikasikan di buku harian, Jurusan Teknik Komputer. Tandai permalink.

14 Balasan ke Mengenang Alm Bpk. Sayid Budiseno, Sesepuh JTK — Suhu Informatika Indonesia

  1. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un wa inna ila rabbina lamunqalibun
    Allahumma uktubhu ‘indaka fil muhsinin waj’al kitabahu fi ‘illiyyin
    wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin
    wala tahrimna ajrahu wala taftinna ba’dahu

    Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya kami kembali dan kepada Tuhan kami semua akan kembali.
    Ya Allah! Tulislah dia (yang meninggal dunia) termasuk golongan orang-orang yang berbuat kebaikan di sisi Engkau dan jadikanlah tulisannya itu dalam tingkatan yang tinggi serta gantilah ahlinya dengan golongan orang-orang yang pergi dengan ketaatan PadaMu
    Aamiin

  2. ani berkata:

    Aamiin. Saya sering “meleleh” mengenang beliau..

  3. Novida WS berkata:

    Walaupun saya tidak pernah bertemu dengan beliau, tetapi karena satu almamater, entah mengapa ‘ikatan’ keluarga itu ada bu. Semoga beliau senantiasa di rahmati Allah di kehidupannya yang sekarang dan ilmu yang telah diamalkan mengalir sedemikian rupa mendarah daging di dalam diri generasi muda. aamiin. Terima kasih atas cerita menginspirasi yang ibu tulis 🙂

    • ani berkata:

      Novida… apa sudah baca juga link yang saya sertakan dari alumni JTK angkatan pertama.? Itu lebih menginformasikan siapa beliau. Manusia langka

  4. allohumagfirlahu warhamhu waafihi wa’fuanhu. masih terasa saat menjadi pembimbing TA, bimbingan nonstop sampai 8 jam tapi beliau tidak pernah lelah membimbing kami. hanya doa yang bisa saya berikan buat almarhum. terhura bu

  5. Qitma berkata:

    Luar biasa sekali bu 🙂
    walaupun hanya membaca,saya bisa merasakan semangat luar biasa,dan juga menjadi terbayang sosok seperti apa beliau..
    semoga senantiasa diberikan kebaikan,serta segala ilmu yang telah beliau berikan dapat mengalirkan amal kepada beliau..

    dan baru tadi siang saya mendengar kata-kata yang kurang lebih sama seperti kata-kata yang ibu tuliskan dari seorang dosen ..
    “……bukan larangan seorang dosen memberi nilai “D” atau bahkan “E”, kalau memang seharusnya begitu; pun sebaliknya, bukan larangan jika sekelas diberi nilai “A”, jika memang demikian adanya. Kejahatan terjadi, ketika nilai yang keluar tidak bisa dipertanggung jawabkan, apapun alasannya… ”

    luar biasa sekali..

  6. Muhtad Wassil berkata:

    Alhamdulillah sempat diajar DDP saat di PATI (masuk thn 1991), logika yang terpakai hingga kini. Dimanapun, kapanpun …
    Terima kasih ibu Ani atas ceritanya yang membawa saya mengenang beliau … Seniman ilmu yang kalem dan ternyata tetap gondrong. Yang lebih saya ingat adalah VW safari, bukan Land Rover.

    • ani berkata:

      Iya .. sama-sama. Ke kampus lebih sering pakai VW memang, meski kadang bawa juga land rover.
      Wah.. PATI’91.. dengan siapa aja ya ? Main atuh ke JTK. Dosen-dosen kita masih ada di sini. Di Ciwaruga yang dingin. hehe..

  7. benar adanya bu ani,
    “Menyimak “kuliah”-nya 20 menit, ibarat memperoleh materi 2 semester.”

    “pa Guru”, kita biasa memanggilnya,

    yang paling dramatis adalah ketika pa guru bertemu pertama kali dengan pacar saya, yang sekarang istri saya, lulusan HPT(Hama dan penyakit tumbuhan),
    kalimat pertama yang pa guru dilontarkan adalah

    ikan : pa kenalkan pacar saya, ira, lulusan HPT
    pa guru : “saya ada pohon mangga di depan rumah, jenis hamanya adalah …, dan ..( saya sedang mengambil minum) supaya berkurang atau mengusir nya bagaimana yaa?”, sambil mengeluarkan senyum khas nya
    Ira : “ooh .. (pacarku tersenyum sebentar sambil melihat ke arah saya, saya bales senyum saja, sambil ketawa2 dalam hati.. xixixixixi) begini pa ….. (sambil menjelaskan, saya cuman senyum2 saja, hahahha) ”
    ngobrol sebentar tentang pohon mangga dan terus pamitan,
    … selepas itu pacar saya bilang “waduuh kayak di sidang lagi rasanya, hahhahaa, pengetahuannya luas”

    kadang saya menemani pa guru sampai jam 00-02 pagi dan mendongeng sebelum kita terlelap tentang
    – riset,
    – analisa,
    – Software Development Standards di tahun 2002,
    – SEMANTIC WEB di tahun 2002,
    – jaringan 2G, 3G, 4G di tahun 2004,
    – OO programming 2003,
    – cara menghadapi client,
    – cara berkomunikasi dengan orang,
    – menjadi key player,
    – membahagiakan orang lain
    – dan saya tidak dapat sebutkan 1 persatu karena begitu sangat banyaknya beliau mendongeng tentang IT ataupun filsafat hidup ataupun yang lainnya.

    mendongeng kata yang saya pilih karena isinya mengenai berbagai nilai luhur, pengalaman spiritual, petualangan intelektual, dan masalah-masalah sosial di masyarakat yang berkaitan dengan IT, saking detailnya sampai-sampai seperti cerita yang dapat dipahami dan divisualkan dengan mudah.

    Semoga ilmu yang telah diamalkan mengalir mengisi pundi2 amal beliau dan beliau ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi-NYA. amiiin.

    terobati kangen saya terhadap pa guru setelah saya berulang kali membaca artikel ini,
    terimakasih bu Ani.

  8. Indra Gunawan berkata:

    Assalaamualaykum Yth Ibu Ani,

    alhamdulillaah syukron jazakillaah bu..
    JTK selalu unik. Strong and berprinsip.

    Bangga jadi alumni JTK…:)

Tinggalkan komentar